Options
Majlis Tenambun Amal Masjid al-Muttaqin [Al-Muttaqin mosque high-tea charity event]
Citation
Muhammad Ariff Ahmad. (1997). Majlis Tenambun Amal Masjid al-Muttaqin [Al-Muttaqin mosque high-tea charity event; Speech transcript]. https://hdl.handle.net/10497/21150
Author
Muhammad Ariff bin Ahmad
Abstract
Ucapan dimulakan dengan iringan doa dan diadakan di majlis tenambun Masjid al-Muttaqin. Penyampai membincangkan bagaimana para sejarawan mengubah wacana misalnya wacana 'lain ulu lain parang; lain dulu lain sekarang' (yang kelihatan hanya menyatakan kelainannya sahaja) dan 'ada dulu maka ada sekarang' (yang lebih inovatif yang membawa maksud tidak ada sekarang tanpa adanya dulu). Menerusi bukunya 'Sarinah' (1947), almarhum Presiden Soekarno bagi Indonesia, mengatakan bahawa kita mempelajari sejarah untuk menjadikan diri kita bijaksana; yakni tanpa pengetahuan sejarah kebijaksaan (minda) seseorang tidak mampu menilai sesuatu yang baik dan yang benar. Penyampai juga merujuk kepada karangan 'Gurindam Duabelas' (1847) oleh Raja Ali Haji, pengarang sejarah salsilah Melayu dan Bugis, yang menjelaskan tentang kebijaksanaan. Untuk mengajak, membimbing, mengasuh dan mendidik manusia ke arah menjadikan mereka orang bijaksana itu adalah antara fungsi masjid generasi baharu kita. Perubahan wajah dan peluasan ruang 'ibadah' yang telah dan sedang dilaksanakan ke atas Masjid al-Muttaqin adalah untuk menyesuaikan keadaannya dengan fungsi, hasrat dan keperluan penggunaannya yang semakin meningkat. Penyampai juga menceritakan kisah pra-lahir Masjid al-Muttaqin daripada pembentukan jawatankuasa, mengumpulkan dana hinggakan pembukaan rasmi Masjid al-Muttaqin. Penyampai mengongsikan asal kata 'tenambun' yang berarti 'hi-tea' dan berharap peserta majlis tenambun akan beroleh manfaat yang maksimum daripada pertemuan ini.
The speech began with a prayer and was held at a High-tea event for Masjid al-Muttaqin. The speaker discussed how historians play a part in changing discourse and gave examples such as, 'lain ulu lain parang; lain dulu lain sekarang' (which only show changes) and 'ada dulu maka ada sekarang' (which is more innovative and brings the meaning; there is no 'new' without the 'old'). Through his book 'Sarinah ' (1947), the late President Sukarno for Indonesia, mentioned that we learn history to make ourselves wise; i.e. without the knowledge and the wisdom of history one may not be able to judge something good and true. The speaker also referred to the essay 'Gurindam Duabelas' (1847) by Raja Ali Haji, a writer of Malay and Bugis, which explains wisdom. The functions of new generation mosques have grown to include to invite, guide, nurture and educate people to be wise. Changes in the physical space as a place of worship for Masjid al-Muttaqin is in the process and done to increase its functionality to suit the needs and desires of the congregation. The speaker also shared on the history of Masjid al-Muttaqin from the time it was conceived, the formation of the building committee, events to raise funds to the official opening of Masjid al-Muttaqin. The speaker also shared on the origin of the word ' tenambun ' which means 'hi-tea' and hopes that the participants will benefit greatly from the meeting.
Date Issued
May 17, 1997
Description
Speech delivered at the Majlis Tenambun Amal Masjid al-Muttaqin, 17 May 1997, Suntec City, Singapore