Options
Citation
Muhammad Ariff Ahmad. (1988, March 6). M4 [Radio broadcast transcript]. In Nordin Kassim (Producer), Mestika Pusaka. Singapore Broadcasting Corporation (SBC). https://hdl.handle.net/10497/20384
Author
Muhammad Ariff bin Ahmad
Abstract
Transkrip ini adalah dari skrip M4 dari rancangan Mestika Pusaka dari siaran Radio 2, SBC dan adalah perbincangan mengenai peribahasa yang menyangkut sifat dan perlambangan yang diberi oleh 'air'. Dua pertiga isi dunia adalah air dan satu daripada unsur yang membentuk manusia adalah air. Dalam Kamus Istimewa Peribahasa Melayu ada 84 peribahasa yang mengambil kias ibarat dari watak air. Skrip ini membincangkan tentang peribahasa2 seperti: 'air dicencang tiada putus', 'air besar batu bersibak', 'berkuak sebentar kemudian kembali bertaup', menunjukkan kehidupan hidup bersaudara, adakala timbul perselisihan namun itu hanya sementara. Manakala peribahasa 'air digenggam tiada tiris' menunjukkan orang yang terlalu cermat hingga dianggap bakhil, lokek, kedekut atau terlalu boros berbelanja seperti 'air mudik sungai semua teluk diranai'. Hidup mesti bersederhana ibaratkan 'air dalam berkumbah, air dangkal bercebok'; kita harus menyesuaikan perbelanjaan dengan penghasilan kita. Peribahasa 'air beriak tanda tak dalam' menyindir bahawa orang yang banyak bercakap itu menandakan ia tiada berilmu dan untuk menyembunyikan kejahilannya dia bercakap banyak tentang sesuatu yang sebenarnya dia tidak tahu. Lainlah kalau peribahasa 'air gedang menghanyutkan' dan 'air tenang menghanyutkan' bermaksud yang orang yang pendiam biasanya berilmu dan mampu mengerjakan pekerjaan besar2 yang tidak terkerjaan oleh orang2 yang banyak bercakap. Namun peribahasa ini tidaklah sama dengan 'air yang tenang jangan disangka tak ada buaya'. Orang yang bersikap begini lebih baik jangan dicabar, jangan diganggu gugat kerana 'kalau dada belum cukup padat; kaalu kekuda belum cukup tegap... kelak kecundang awak, menyesal tak sudah'. Sastera lama banyak dipertemui dengan peribahasa2 seperti 'air didih menganak sungai', 'majlis di tepi air, merdesa di perut kenyang' menunjukkan keadaan orang yang hidup mewah dan sudah dapat memilih dan memiliki apa yang diingini dan mudah pula melakukan apa yang dikehendakinya. Lain lah halnya dengan orang yang penghasilannya tiada cukup seperti 'air lalu kubangan tohor' atau habis bulan habislah gaji. Mereka boleh belajar dari peribahasa 'tak air talang dipancung', 'peluh diurut', 'hujan ditampung' membawa makna yang kita harus berusaha dengan sedaya upaya untuk mencapai maksud atau hasrat kita. Skrip ini membincangkan banyak lagi peribahasa2 lain.
This transcript is from the M4 script of the programme Mestika Pusaka from Radio 2, SBC and is about the discussion of the proverbs that pertains to the nature and symbolism given by 'air' (water). Two thirds of the world's content is water and one of the elements that makes up the human body is water. In the Kamus Istimewa Peribahasa Melayu, there are 84 proverbs that have allegorical meanings of 'air' (water). This script discusses proverbs such as: 'air dicencang tiada putus', 'air besar batu bersibak', 'berkuak sebentar kemudian kembali bertaup', show the life of living with families, dispute arises but it is only temporary. While the proverb 'air digenggam tiada tiris' shows that people who are too thrifty may be considered as stingy and people who are overly extravagant are like 'air mudik sungai semua teluk diranai'. Life should be simple and live within our means as in the proverb 'air dalam berkumbah, air dangkal bercebok'. The proverb 'air beriak tanda tak dalam' is sarcasm for one who speaks a lot but signifies that he has no knowledge and to conceal his ignorance therefore he speaks a lot about something he actually does not know. Other proverbs such as showing the disposition of water as in 'air gedang menghanyutkan' and 'air tenang menghanyutkan' means that a quiet person is usually knowledgeable and able to do more than someone who does a lot of talking. But this proverb is not the same as 'air yang tenang jangan disangka tak ada buaya'. It is not good to challenge or bother people who are quiet and calm for 'kalau dada belum cukup padat; kalau kekuda belum cukup tegap... kelak kecundang awak, menyesal tak sudah'; you will be truly sorry to provoke such people. There are a lot of other proverbs in the old Malay literature such as 'air didih menganak sungai', 'majlis di tepi air, merdesa di perut kenyang' shows the condition of people living in a life of luxury. They can choose and have what they want and do as they pleased. Others may live as 'air lalu kubangan tohor'; living from hand to mouth, when the month ends, so does their salary. Instead they can learn from the proverbs; 'tak air talang dipancung', 'peluh diurut', 'hujan ditampung' which means that we must strive with our utmost effort to achieve our intentions or desires. This script discusses many more proverbs.
Date Issued
March 6, 1988